Bab 13 – Standar Kehidupan Orang Kristen
Memelihara Sabat
Lembaga Sabat yang suci adalah satu tanda kasih Allah kepada manusia. Itu adalah satu peringatan akan kuasa Allah dalam penciptaan pada mulanya dan juga satu tanda dan kuasa-Nya untuk menciptakan kembali dan menyucikan kehidupan (Yeh. 20: 12), dan pemeliharaannya adalah satu bukti dari kesetiaan kita kepada-Nya dan persekutuan kita dengan Sang Penebus.
{PJ 200.1}Sabat mendapatkan suatu tempat yang sangat istimewa dalam kehidupan kita. Hari ketujuh dalam minggu, sejak matahari terbenam pada hari Jumat hingga matahari terbenam pada hari Sabtu (Im. 23:32), adalah suatu karunia dari Allah, suatu tanda kasih karunia-Nya dalam waktu. Itu merupakan suatu kesempatan istimewa, suatu perjanjian istimewa dengan Dia yang mengasihi kita dan yang kita kasihi, suatu waktu yang kudus yang diasingkan oleh hukum kekal Allah, suatu hari kesukaan untuk menyembah Allah dan berbagi dengan orang lain ( 58: 13). Kita menyambut Sabat dengan sukacita dan bersyukur.
{PJ 200.2}“Sabat-oh! hari yang paling indah dan paling diberkati dari seluruh hari” – The Faith I Live By, hlm. 36.
{PJ 200.3}“Sabat… adalah waktu Allah, bukan milik kita; bilamana kita menyalahgunakannya kita sedang merampas Allah… Allah telah memberikan kita enam hari penuh untuk melakukan pekerjaan kita, dan hanya mengasingkan satu hari untuk-Nya. Ini haruslah menjadi satu hari berkat bagi kita – satu hari di mana kita harus mengesampingkan semua perkara duniawi dan memusatkan pemikiran kita kepada Allah dan surga…. “Janganlah kita mengajarkan kepada anak-anak kita bahwa mereka harus tidak berbahagia pada hari Sabat, bahwa berjalan ke alam terbuka adalah salah. Oh, jangan. Kristus memimpin murid-murid-Nya ke tepi danau pada hari Sabat dan mengajar mereka. Khotbah-Nya pada hari Sabat tidak selalu dikhotbahkan di dalam ruangan” – In Heavenly Places, hlm. 152.
{PJ 200.4}“Kasih Allah telah menetapkan suatu batas terhadap tuntutan pekerjaan. Ke atas hari Sabat Ia menempatkan tangan-Nya yang penuh rahmat. Pada hari-Nya itu Ia memberikan kepada keluarga kesempatan untuk bersekutu dengan Dia, dengan alam, dan dengan satu sama lain” – Membina Pendidikan Sejati, hlm. 236.
{PJ 201.1}Jam-jam Sabat adalah milik Allah, dan harus dipergunakan untuk Dia saia, Kesenangan kita, kata-kata kita, kesibukan kita, pemikiran-pemikiran kita, tidak boleh menempati pemeliharaan hari Tuhan itu (Yes. 58:13), Hendaklah kita berkumpul dalam satu lingkaran keluarga ketika hari senja dan menyambut Sabat yang kudus itu dengan doa dan nyanyian, dan marilah kita menutup hari itu dengan doa dan pernyataan syukur atas kasih-Nya yang ajaib. Hari Sabat adalah satu hari khusus untuk berbakti di rumah dan di gereja, satu hari yang penuh sukacita bagi diri kita sendiri dan anak-anak kita, satu hari untuk belajar lebih banyak tentang Tuhan melalui Alkitab dan buku alam yang besar. Itu adalah saat untuk mengunjungi orang sakit dan bekerja untuk keselamatan jiwa-jiwa. Kegiatan biasa pada enam hari bekerja haruslah di kesampingkan dan jangan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu. Janganlah kita membiarkan bacaan-bacaan sekular ataupun siaran-siaran sekular mengisi waktu kita pada hari kudus Allah.
{PJ 201.2}“Sabat itu bukanlah dimaksudkan untuk menjadi suatu waktu untuk pekerjaan yang tidak berguna. Taurat melarang pekerjaan badani pada hari perhentian Tuhan; pekerjaan mencari nafkah haruslah berhenti; tidak ada pekerjaan bagi kesenangan, atau keuntungan dunia ini yang diizinkan pada hari itu: tetapi sebagaimana Allah telah berhenti dari pekerjaan-Nya menjadikan, dan berhenti pada hari Sabat dan memberkati hari itu, begitu pula manusia harus meninggalkan pekerjaan hidup setiap hari, dan mengabdikan tiap jam yang suci itu untuk perhentian yang sehat, berbakti, dan melakukan perbuatan yang suci” – Alfa dan Omega, jld. 5, hlm. 213.
{PJ 201.3}Suatu program yang terarah dalam kegiatan-kegiatan yang selaras dengan roh pemeliharaan Sabat yang benar akan membuat hari yang diberkati itu menjadi saat yang terbaik dan paling membahagiakan dalam pekan bagi masing-masing kita dan anak-anak kita – awal kenikmatan yang sesungguhnya dari perhentian surgawi kita.
{PJ 202.1}