Bab 13 – Standar Kehidupan Orang Kristen
Panggilan Allah yang Mulia dalam Kristus Yesus
Kehidupan orang Kristen bukanlah satu modifikasi atau perbaikan yang kecil, tetapi suatu perubahan yang lengkap dari sifat alamiahnya. Ini berarti satu kematian atas diri sendiri dan dosa dan satu kebangkitan kepada satu kehidupan yang baru sebagai seorang yang baru di dalam Yesus Kristus.
{PJ 197.1}Hati seorang Kristen akan menjadi tempat tinggal Yesus melalui iman. Hal ini akan terjadi dengan “merenungkan Kristus, memandang Kristus, senantiasa mendambakan Juruselamat yang dikasihi itu sebagai sahabat kita yang terbaik dan terhormat, sehingga dengan demikian dalam setiap tindakan kita tidak akan mendukakan dan menyinggung Dia” – Nasihat kepada Pendeta dan Pelayan Injil, hlm. 378. Jadi seorang Kristen akan “memiliki persahabatan hadirat Ilahi,” dan hanya bila kita menyadari hadirat itu baru “pikiran kita tertawan kepada Yesus Kristus” (Nasihat kepada Pendeta dan Pelayan Injil, hlm. 379) dan kebiasaan hidup kita akan menjadi sesuai dengan standar Ilahi.
{PJ 197.2}Kita harus ingat bahwa “sebagai perisai menghadapi pencobaan dan sebagai suatu ilham terhadap kesucian dan kebenaran, tidak ada pengaruh lain yang dapat menyamai perasaan akan kehadiran Allah” – Membina Pendidikan Sejati, hlm. 241.
{PJ 197.3}“Tidak ada satu pun dari segala perbuatan kita yang terlepas dari pengamatan-Nya. Kita tidak dapat menyembunyikan jalan-jalan kita dari Yang Mahatinggi itu…. Setiap perbuatan, setiap kata, setiap pikiran dicatat dengan jelas seolah-olah di seluruh dunia ini hanya ada orang saja, dan perhatian surga dipusatkan ke atas dirinya” – Alfa d Omega, jld 1, hlm. 250.
{PJ 197.4}Kasih Allah tersedia bagi setiap orang, dan khususnya kepada anak anak-Nya. Telinga-Nya senantiasa terbuka kepada permohonan umat Nya, yaitu mereka yang telah meninggalkan dunia dan menyerahkan hidup mereka kepada-Nya. Dari hubungan yang kudus ini bertumbuhlah satu rasa hormat dan hikmat yang terwujud setiap hari dan di mana saja.
{PJ 198.1}Sebagai orang Kristen, kita adalah anggota keluarga kerajaan, anak anak dari Raja Surgawi. Oleh sebab itu, kita tidak boleh mengucapkan kata-kata, melakukan tindakan, yang akan mempermalukan “Nama yang mulia yang oleh-Nya kamu menjadi milik Allah” (Yak. 2: 7). Kita adalah para pembaru. Di dalam setiap tahap kehidupan kita harus “mempelajari dengan saksama tabiat manusia Ilahi, dan bertanyalah selalu, ‘Apakah yang akan Yesus lakukan sekiranya Ia berada di tempat saya?’ Inilah seharusnya tolok ukur tugas kita” – Membina Keluarga Sehat, hlm. 455.
{PJ 198.2}Melalui jemaat yang sisa inilah Allah untuk terakhir kalinya akan memperagakan kepada alam semesta betapa ampuhnya kabar Injil yang lengkap ini untuk menyelamatkan para pria dan wanita dari kuasa dosa. Ada kebutuhan sekarang ini bahwa sebagai anggota-anggota gereja kita harus menekankan kembali standar perilaku Kristen yang besar itu, memperbarui ketaatan kita kepada prinsip-prinsip yang telah Tuhan berikan itu. Semua harus melangkah kepada standar yang tinggi dari kehidupan Kristen dan memisahkan diri dari dunia. Pada akhir zaman ini kita harus menandaskan seruan Tuhan: “Janganlah kamu mengasıhi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu” (1 Yoh. 2: 15)
{PJ 198.3}